Laman

Kamis, 06 Januari 2011

Melongok Sejarah Peralatan Perang di Makassar (1)


(29 Jan 2007, 222 x , Komentar)
* Orang Makassar Pandai Merakit Senjata

MAKASSAR menyimpan banyak jejak sejarah. Di antaranya, berupa peralatan perang yang masih tersisa di Museum Makassar, di tangan para peneliti, juga pewaris kerajaan Gowa, Bugis, dan Makassar. Bukan hanya alat perang milik Belanda atau tentara Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC),
Hasil berguru dari Portugis dan kondisi perang sekitar abad 17-20, orang Makassar jadi pandai merakit senjata.

HAPSA MARALA

Makassar menyimpan sejarah panjang penjajahan di Indonesia. Ini dibuktikan dengan banyaknya barang milik Belanda juga orang Makassar yang tertinggal dan menjadi bukti sejarah namun kini terabaikan.

Benda bersejarah itu, mengingatkan kembali bagaimana militansi dan karakter masyarakat Sulsel terbentuk. Museum Makassar misalnya, museum kecil yang berada di Fort Rotterdam, benteng yang pernah menjadi basis perang Belanda di Masa Speelman. Sekitar 5000-an koleksi kuno dan bersejarah peninggalan VOC, masih tertata apik tanpa pengunjung, kecuali anak-anak SD yang ditugaskan guru sejarahnya.

Di antara deretan perlengkapan perang, satu di antaranya samurai asal Jepang. Samurai, sebagai senjata tajam khas tentara jepang itu, diperkirakan digunakan pada abad 19 hingga 20.

Menurut korator museum dan kepala Museum Makassar, Sitti Nuraeda, koleksi itu menjadi milik pemerintah yang dikumpul dari berbagai tempat. "Ada juga koleksi itu yang diserahkan langsung masyarakat ke pengelola museum. Tapi, untuk perlengkapan perang, jumlahnya terbatas," ujarnya.

Yang berhasil dikoleksi museum Makassar untuk alat-alat perlengkapan perang itu, terdapat 10 buah koleksi. Selain samurai dari Jepang, ada juga samurai peninggalan Belanda.
Samurai yang panjangnya 1,5 m itu berbahan campuran besi-kuningan. Diperkirakan dipakai pada abad 19 oleh pasukan Belanda. Ada lagi senapan VOC, meriam Portugis dan baju perang dengan bentuk yang unik.

Senapan VOC abad 17 itu, panjangnya 1,5 m pada bagian lobnya melebar, dan di atasnya terdapat tulisan timbul VOC.
Perlengkapan perang yang sejenisnya, terdapat sebanyak empat buah.

Sedangkan Meriam kecil milik Portugis, bentuknya di bagian lob juga melebar tapi di atasnya terdapat hiasan tumpal berbentuk hewan kecil, masih pada abad yang sama.

Kolektor senjata antik dan benda-benda sejarah, Ramis Parenrengi, juga memiliki tiga buah meriam, yang dipasok kerajaan Gowa dari Portugis.

Meriam itu didapatkannya tahun 1993 dari masyarakat Makassar.
Beratnya mencapai 5 kg, dengan diameter pangkal 10 cm dan ujungnya 7 cm.

"Namanya, Meriam 'Nirokrok' dipakai saat perang untuk menenggelamkan perahu. Cara kerja meriam berbahan perunggu dan baja itu, bisa menembus dinding perahu," ujar Ramis.

Meriam itu pernah ditawar orang seharga Rp35 Juta, namun tetap dipertahankannya. Sebuah meriam yang sama sudah diserahkannya ke museum nasional dengan nilai Rp25 Juta tahun 2002, dan satu di Museum Makassar.

Abad 17, Makassar adalah bandar paling ramai dan paling kosmopolit, seperti dituturkan pakar sejarah dan dosen Fakultas Bahasa UNM, DR Halilintar Latif.

Kondisi itulah kata Halil, sapaannya, membuat orang Makassar menjadi militan, berani namun cenderung pragmatis. Belajar dari Portugis, Karaeng Patingaloang pun menjadi cakap meracik amunisi.

"Orang Makassar saat itu, sudah pandai meracik amunisi, bahkan punya senjata sendiri, yang sifatnya masih tradisional. Misalnya senapan api," urainya.

Kepandaian orang Makassar, didukung keberanian dan ilmu magis yang mereka miliki. Tak aneh katanya, jika masyarakat Bugis-Makassar, punya gelaran 'To Barani' (orang berani). Bagi mereka tidak dikenakan pajak dan aturan dari kerajaan.

Mereka juga bebas memiliki alat-alat perang seperti perisai (tameng), rompi perang, keris serta senjata pistol dan senapan. Benda itu terus dilestarikan sampai beberapa generasi selanjutnya. Jadi, katanya, koleksi sejarah itu banyak tersebar di kalangan tertentu yang diwarisi dari leluhurnya. Bahkan ada yang mengoleksinya untuk bahan penelitian. (***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar