Laman

Kamis, 06 Januari 2011

Pudarnya Peran Bissu Bugis Kuno


30 Agustus 2004,Budaya, Media Indonesia

Lathief, Halilintar, Bissu: Pergulatan dan Peranannya di Masyarakat Bugis, Desantra.

TIDAK banyak yang mengenal bissu. Bissu adalah pendeta agama Bugis kuno pra-Islam. Ketua para bissu adalah seorang yang bergelar Puang Matowa atau Puang Towa. Secara biologis, sekarang, bissu kebanyakan laki-laki dan sedikit yang perempuan. Dalam kesehariannya, bissu berpenampilan layaknya perempuan. Sehingga tidak mudah membedakan mana bissu yang laki-laki dan mana bissu yang perempuan.

Realitas seperti ini menjadikan bissu dianggap tidak menerima sunnatullah, karena mereka laki-laki tapi berpenampilan seperti perempuan. Bissu juga dianggap menyimpang dari agama (dalam hal ini agama Islam), misalnya mereka dikatakan menyembah berhala. Padahal mereka melakukan pemujaan terhadap Tuhan sesuai dengan tata cara agama yang mereka yakini. Dan juga, menurut para bissu sendiri, mereka tidak menolak sunnatullah, melainkan menerima dan menjalankan sunnatullah.

Puang Towa Saidi, salah satu ketua komunitas bissu Segeri mengatakan, ''Kun fayakun, kata Tuhan. Maka jadilah kami seperti ini. Mengapa manusia terperangkap dalam dua kutub perempuan dan laki-laki, sehingga kami yang seperti ini dipersoalkan? Mengapa manusia yang diakui sah hanyalah perempuan dan laki-laki? Dan kami di mana? Apakah ini mengingkari sunnatullah? wallahu a'lam bisshawab.''

Walau demikian, kelompok Islam seperti DI/TII Kahar Muzakar tetap berambisi mengembalikan mereka ke dalam Islam. Untuk mencapai ambisinya itu, DI/TII Kahar Muzakar tidak jarang menggunakan kekerasan.

Tindakan yang dilakukan DI/TII Kahar Muzakar diamini negara. Dengan alasan memberantas komunisme, sebagai akibat lanjutan dari huru-hara nasional tahun 1965-1966, negara memberantas agama-agama lokal, tak terkecuali agama Bugis kuno dan para bissu sebagai pemimpinnya. Agama-agama lokal itu dianggap bukan agama, karena sistemnya tidak seperti agama resmi yang diakui oleh negara. Akibat tekanan dari masyarakat seperti DI/TII Kahar Muzakar dan negara, agama Bugis kuno dan para bissu terdesak dan untuk menyelamatkan diri ada di antara mereka yang beralih ke agama resmi. Penganut agama Bugis kuno dan komunitas bissu menyusut. Tidak banyak lagi yang berminat menjadi bissu. Menjadi bissu bukannya menaikkan status sosial seperti yang terjadi pada waktu lampau, melainkan mendatangkan petaka.

Halilintar Lathief, menuangkan pemikiran itu ke dalam buku Bissu: Pergulatan dan Peranannya di Masyarakat Bugis yang diterbitkan oleh Desantara. Buku setebal 125 halaman ini, berbicara banyak tentang bissu dan perannya dalam masyarakat Bugis, dulu, sekarang, dan masa yang akan datang.

Memudarnya peran bissu, bukan hanya karena depolitisasi oleh negara, tetapi juga surutnya peranan lembaga-lembaga adat, sangat terasa pula pada komunitas bissu di daerah Bugis ini. Pada masa pemerintahan Kerajaan Bugis, seluruh pembiayaan upacara dan keperluan hidup komunitas bissu diperoleh dari hasil sawah kerajaan. Para bissu juga memperoleh sumbangan dari dermawan yang berupa pedagang, kaum tani, bangsawan yang datang sendiri atau secara rutin memberikan sedekahnya. Selain itu, raja menyerahkan pengolahan beberapa hektare sawah kerajaan kepada Puang Matowa bissu dan kawan-kawan. Sawah yang disebut Galung Arajang itu, merupakan tempat upacara Palili atau upacara ritual lainnya. Pengerjaan sawah pusaka tersebut dilakukan secara gotong-royong, dan hasilnya untuk biaya upacara-upacara dan kebutuhan hidup komunitas bissu selama setahun.

Galung Arajang di Segeri misalnya, bernama Puang Longi luasnya sekitar lima hektare. Pengolahan dan hasilnya dibagikan kepada jennang atau petugas perawat rumah pusaka sebanyak 30 orang, dan dibagikan juga ke petugas lainnya.

Menurut pemerintah setempat, tanah Arajang Puang Longi di Segeri itu kini sudah menjadi milik sebuah lembaga, tanpa disebutkan lembaga yang dimaksudkan. Hal ini pula yang menjadi salah satu alasan sehingga pemerintah di Segeri tidak mencampuri lagi urusan tanah tersebut. Dian Hidayat


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar