Laman

Selasa, 04 Januari 2011

Penelitian Bugis Paling Tebal Raih Cum Laude (1) Calabai yang Genit dan Bissu yang Sakti


(28 Apr 2005, 337 x , Komentar)

SEBUAH disertasi yang tebalnya 932 halaman, mendapat nilai Cum Laude dalam ujian Promosi Doktor di Program Pascasarjana (PPs) Unhas, 27 April, kemarin.Hasil penelitian karya Halilintar Lathief yang beratnya 5,5 kg ini pun dinilai sebagai disertasi paling tebal yang pernah meneliti tentang Bugis.
--------------------------
Suasana ruang ujian pada pukul 10.15 Wita, tiba-tiba hening ketika Direktur PPs Unhas, Prof. Dr. Ir. M. Natsir Nessa, MS mempersilakan Halilintar Lathief untuk menyampaikan ringkasan penelitiannya. Natsir pun meminta hadirin meng-off-kan hp masing-masing selama ujian berlangsung.

Promovendus, Halilintar Lathief yang tampil dengan stelan jas warna krem ini memulai presentasinya dengan menayangkan sebuah prosesi ritual yang menonjolkan alat-alat upacara. Ada songkolo dengan berbagai warna, ada dupa, ada telur, dan perlengkapan ritual lainnya.

Semula, tim penguji dan hadirin hanya terdiam melihat tayangan itu. Halilintar membiarkan suasana ini berlangsung lima menit. Ko-Promotor, Prof. Dr. H. Abu Hamid mencairkan suasana. Ia meminta promovendus menjelaskan tayangannya.

"Cuplikan ini diambil di Kabupaten Pangkep pada 2002. Prosesi ritual ini masih berlangsung sampai sekarang. Ritual-ritual yang melibatkan para bissu inilah yang menggugah promovendus untuk melakukan penelitian," ujar Halilintar.

Beberapa saat sebelum ujian, Fajar pun menanyakan latar belakang penelitian berjudul, "Kepercayaan Orang Bugis di Sulawesi Selatan (Sebuah Kajian Antropologi Budaya)" itu.
Menurut Halilintar, sudah lama memendam kepenasaranan tentang ritual-ritual orang Bugis dalam kaitannya dengan kepercayaan mereka.

"Dalam hati saya, selalu bertanya, 'Ada apa dengan-Nya? Mengapa orang Bugis selalu melakukan ritual seperti itu, sementara mereka pun beragama Islam," ujar Halilintar.

Kembali ke ujian tadi, promovendus sengaja menghadirkan pula salah seorang bissu di ruangan itu. Promovendus dalam salah satu bagian penelitiannya memang mengurai jejak bissu dalam kebudayaan Bugis.

Tradisi 'transvestities' di tanah Bugis atau lelaki yang berperan sebagai perempuan, sudah diungkap dalam naskah-naskah klasik Bugis sejak ratusan tahun lalu. Matthes pun menggambarkan bissu sebagai pendeta-pendeta waria (wanita pria) atau dalam bahasa Bugis yang disebut 'calabai'. Namun, penelitian promovendus ini dilakukan untuk melengkapi data tentang kepercayaan orang Bugis.

Promovendus mendapatkan data di Bone bahwa kata "bissu" berasal dari kata Bugis "bessi" yang berarti bersih. Seorang tokoh masyarakat Bone bernama Andi Angkong Petta Rala menyatakan bahwa para Bissu disebut demikian karena mereka suci, tidak kotor, tidak ada tetek, dan tidak haid.

Lantas bagaimana dengan calabai? Pada dasarnya, semua bissu adalah calabai, tetapi calabai belum tentu bissu. Walaupun bissu adalah calabai, mereka bukan calabai biasa. Penampilan dan sifat merekalah yang membedakan derajatnya dalam masyarakat calabai. Calabai biasa kadang-kadang menjadi bahan ejekan pemuda.

Adapun para bissu, disegani karena kesaktian dan fungsinya dalam setiap upacara ritual atau upacara adat. Jika para calabai cenderung mengenakan pakaian feninin, seksi, dan buka-bukaan, maka para bissu tidak boleh mengenakan pakaian yang dipandang tidak senonoh tersebut. Bila calabai sering menggoda, dan genit, maka bissu harus kalem dan anggun yang dalam bahasa Bugis disebut "malebbi" (mulia).
***
Disertasi ini menurut penguji, Dr. Mahmud Tang, MA, merupakan penelitian paling tebal di antara penelitian tentang Bugis yang pernah dilakukan. Mahmud Tang menyebut penelitian H.J. Spriedericy berjudul, "De Standen Bij De Boeginezyen and Makassarn" pada 1973 yang tebalnya 300-an halaman. Penelitian yang juga pernah dilakukan H.Th pada 1950, berjudul, "Verwanthap, Stand Nzetze, Zuid Selebes", hanya 500-an halaman.

"Penelitian Halilintar Lathief, lebih 900 halaman. Saya kira penelitian ini sangat kaya data. Halilintar Lathief telah melakukan pencatatan yang luar biasa. Namun, tentu saja penelitian ini akan lebih baik lagi jika diperkaya dengan referensi-referensi yang mencerminkan adanya kebaruan dari penelitian-penelitian sebelumnya," jelas Mahmud Tang yang dihubungi Fajar usai ujian. (*)
Sumber : Laporan Basri

2 komentar:

  1. menarik dan sangat saya butuhkan disertasi ini, sebab sangat berhubungan dengan Tesisku yang berjudul (islamisasi di Sinjai-Suatu Tinjauan Sejarah). tapi dimana saya dapat membacanya?

    BalasHapus
  2. Maaf salah kutip, seharusnya HJ Friedericy dengan judul bukunya De Standen bij de Boeginezen en Makassaren 1933 (lupa berapa halaman) dan H.Th. Chabot 1950 dengan judul Verwanschap Stand en Sexe in Zuid Celebes (lupa berapa halaman). Mahmud Tang

    BalasHapus